Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 20 Maret 2014

(Sumber gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguynMbShI9FiW4B40OBTirjxE25VKxFTApNwQuw1QW7-sEYGPagR0kFFg8T8dsVi4vc_2BzH54jhExi3jjfYEa3ZrGc4oIkUXC2nHhW5cmYc6p8iYviM1XEb08mJ9vAWpApOpoIKY73hY/s1600/IMG-20131103-00985+copy.jpg)

Bab IV. Adaptasi dan Aklimatisasi

1). Satwaliar yang ditangkap dari alam tentu memerlukan adapatasi dan aklimatisasi ketika sudah sampai di penangkaran karena kondisi penangkaran berbeda dengan alam.

2). Adaptasi merupakan penyesuaian satwaliar terhadap kondisi air, pakan, luas areal dan sebagainya sedangkan aklimatisasi merupakan penyesuaian satwaliar terhadap kondisi iklim dan cuaca. Adaptasi terdiri dari : 1). Adaptasi perilaku, 2). Adaptasi fisiologis (ex : mimikri), 3). Adapatasi morfologis ( ex : perubahan ketajaman paruh karena perbedaan pakan).


3). Penangkaran diusahakan semirip mungkin dengan kondisi satwaliar.Semisal penangkaran pengwin tentu butuh pengkondisian suhu yang mirip dengan kondisi Kutub Selatan atau penangkaran bison tentu butuh pengkondisian pakan seperti di Amerika.

4). Ketika baru ditangkarkan satwaliar mengalami stress karena tidak bisa bergerak bebas dan masih mengandung sifat liar. Stress pada satwaliar juga disebabkan oleh kencendrungan akan rindu pada tanah dilahirkan dan dibesarkan.

5). Stress pada satwa liar bersifat bisa bersifat baik namun bisa juga bersifat buruk. Baik apabila masih bisa ditolerir dan buruk apabila ternyata stress pada satwaliar menyebabkan sakit atau bahkan kematian.

6). Stress pada satwa liar disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : 1). Genetik dan 2). Jenis satwaliar itu sendiri. Sementara itu factor eksternal yaitu : 1). Kondisi lingkungan sekitar, 2). Organisasi social dan 3). Kepadatan populasi. Faktor internal khususnya factor genetik akan terjadi apabila factor eksternal mendukung terjadinya factor internal tadi seperti populasi yang terlalu padat, persaingan mendapatkan pakan yang kuat atau adanya satwaliar yang agresif. Namun factor internal tak akan terjadi apabila faktor eksternal tidak mendukung terjadinya factor internal.

7). Ketika stress dating pada satwaliar yangpertama dirangsang adalah kel. Hipotalamus yang akan mengaktifkan hormone Adrenalin, Noradrenalin dan Kortisol. Stress pada satwaliar berefek jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendek yaitu : 1). Glikogen berubah menjadi glukosa, 2). Tekanan darah tinggi, 3). Metabolisme cepat dan 4). Mengaktivasi organ pencernaan. Sementara itu efek jangka panjang yaitu : 1). Retensi ion H20 dan Na oleh ginjal, 2). Volume darah meningkat dan 3). Penekanan system kekebalan tubuh.

8). Dalam proses penangkaran terkadang diperlukan animal euthanasia atau suntik mati. Suntik mati berlaku bagi satwa yang : 1). Sudah tua, 2). Stress berkepanjangan, 3). Agresif, 4). Menderita penyakit menular dan 5). Cacat permanen.

Bab V. Perkandangan, Habitat Buatan dan Enrichment

1). Kandang dan habitat buatan merupakan bentuk konservasi ek situ. Kandang merupakan tempat bagi satwa untuk tumbuh dan berkembangbiak yang dibatasi oleh pagar dengan ukuran yang relative tak terlalu besar, sedangkan habitat buatan merupakan tempat bagi satwa untuk tumbuh dan berkembangbiak yang tidak  dibatasi oleh pagar dengan ukuran yang relative besar. Perbedaan utama antara kandang dan habitat buatan adalah “batasnya”.

2). Kandang memiliki macam berdasarkan : 1). Kelompok umur (ex : kandang anakan, remaja dan dewasa), 2). Model kandang (ex : Tertutup, semi terbuka dan terbuka), dan 3). Fungsinya (ex : Kandang karantina, kandang penyapihan, kandang produksi, kandang indukan, kandang perkawinan dan kandang soliter bagi satwa yang hidupnya soliter).

3). Dalam pembuatan kandang memerlukan syarat, yaitu syarat umum dan khusus lokasi kandang. Syarat umum terdiri dari : 1). Bioekologi satwa (ex : Perilaku satwa, Preferensi satwa, dsb), 2). Aksesibilitas, 3). Sosial budaya (ex : Masyarakat menerima), dan 4). Tujuan pemeliharaan. Sedangkan syarat khususnya yaitu : 1). Ketersediaan sumber air untuk minum dan dekat dengan sumber pakan, 2). Minimal jaraknya 10 m dari pemukiman, 3). Pengelolan limbah yang baik, 4).Mudah diakses oleh alat transportasi dan 5). Tidak menganggu kesehatan lingkungan.

4). Ketika membuat kandang perlu dikonstruksikan secara sederhana namun ideal, ventilasi cukup dan arah kandang dari utara ke selatan supaya dapat  sinar  mentari ketika terbit dan terbenam. Apabila arah timur ke barat maka intensitas sinar mentari yang didapat lebih kecil.

5). Bentuk kandang tentu disesuaikan dengan : 1). Iklim, 2). Jenis satwa, 3). Tujuan penangkaran, 4). Umur satwa, 5). Skala penangkaran dan 6). Sistem penangkaran.

6). Tentu dalam penangkaran satwaliar terkadang merasa bosan dan jenuh. Untuk mengatasi hal ini diperlukan “Enrichment”. Kegiatan Enrichment merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengizinkan satwaliar berperilaku alamiahnya sehingga diharapkan satwa boleh sejahtera.Enrichment ini terdiri dari : 1). Enrichment structural yaitu struktur kandang untuk kenyamanan satwa, kandang diberikan pohon articifical, kolam, drum, dsb yang membuat satwa makin nyaman, 2). Enrichment objek yaitu enrichment untuk mencegah satwa dari kebosanan seperti memberikan mainan, selimut, dsb, 3). Enrichment social yaitu encrichment dengan mensosialisasikan satwaliar dengan indvidu sejenisnya dan 4). Enrichment makanan dengan mengatur pola makan satwa yang lebih membuat satwa nikmat.

Bab VI. Manajemen Reproduksi Satwa 

1). Reproduksi satwa bertujuan untuk : 1). Melestarikan keturunan dari jenisnya, 2). Memperbanyak jumlah individu dan 3). Indikator kesuksesan penangkaran satwaliar.

2). Dalam reproduksi satwa tentu perlu strategi atau cara-cara untuk melakukan reproduksi. Strategi bermacam-macam setiap satwa, ada yang kawin berkelompok, ada yang menunjukkan teritorialitas seperti burung dan ada yang menunjukkan perubahan fisiologis tertentu semisal kulit menjadi lebih gelap.

3). Selain strategi terdapat juga tipe perkawinan. Ada perkawinan monogamy dan poligami. Perkawinan monongami terjadi ketika sepasang jantan berkawin dengan sepasang betina. Monogami dibagi menjadi dua yaitu : 1). Monongami permanen ( berpasangan sehidup semati) dan 2). Monongami temporal ( apabila pasangan mati maka menari pasangan lainnya). Sementara itu poligami terdiri dari dua yaitu : 1). Poliandri ( 1 betina jantan banyak) dan 2). Poligini ( 1 jantan betina banyak).

3). Setelah itu perkawinan pun ada yang bergantung musim dan juga ada yang sepanjang musim atau tak dipengaruhi unsure-unsur yang dipengaruhi musim seperti cahaya, makanan, suhu udara. Perkawinan musiman dibagi menjadi dua yaitu monoestrus atau satu musim kawin satu kali kawin sedangkan poliestrus satu musim kawin berkali kali kawin.

4). Satwa yang berkawin tentu sudah memasuki masa puber dan melebihi minimum breeding age atau usia minimum boleh kawin.


5). Ketika proses reproduksi diproduksi juga hormone-hormon yang menyokokng terjadinya proses reproduksi. Hormon yang diproduksi adalah : 1). Gonadotropin oleh Kel. Hipotalamus , 2). Gonadotorpoin oleh kel. Hipofisa anteroin yang akan memproduksi FSH ( stimulasi spermatogenesis dan pertumbuhan ovum), LH (meluruhkan ovum) dan LTH ( stimulasi kel.mamae untuk produksi susu). Dan 3). Gonad yang menghasilkan : 1). Estrogen untuk mengatur sifat sex pada betina, 2). Progesteron untuk memelihara kebuntingan dan 3). Testosteron untuk mengatur sifat sex pada jantan. 
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar