Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 20 Maret 2014

(Sumber gambar : http://gaby.fachrul.com/img/flowerwallpaper/flower-wallpapers/next-previous1920-x-1080-135-kb-jpeg-x.jpg)

“Ah” terucap dari mulutku yang durhaka. Aku mencaci ibunda, aku membentaknya dan membuatnya terdiam tanpa kata. Di akhir senja setelah maghrib tiba seolah hati terasa marah kepada ibunda akan keinginan yang tak diizinkannya. Maghrib usai aku berbalik ke rumah ibunda, aku bercakap pada ibunda, aku bercakap halus pada awalnya namun akhirnya aku bercakap keras padanya. Aku bercakap seperti mencelanya, aku mencacinya, aku gila masa itu, aku tak sedarkan diri sedang bercakap  apa .


Ibunda terus memasak dengan diamnya daripada mulutnya, seolah ketika itu aku tak merasa sedang berbuat durhaka, bentakan yang aku kira saran belaka mengusiknya, aku tak tahu bagaimana perasaan hatinya.

Tak kuat menahan tetesan air mata setelah sekian lama peristiwa itu berlaku, kini di malam hari aku merasakan dinginya sepi, ibunda telah terlelap tidur dalam mimpinya, aku mengenangkan dosa-dosaku kepadanya.

Ibunda yang selalu terdiam ketika aku membentaknya, aku anak bodoh durhaka lagi durjana, entah mengapa setiap dekat dengan engkau duhai ibunda rasa hati nak bentak dikau, apa kau pernah bersalah kepadaku ataukah aku yang mengikuti jalan setan yang membawa kepada kesengsaraan ? Ibunda maafkanlah anakmu yang durhaka, waktu demi waktu biarlah air mataku berlaju, daun demi daun biarlah aku sunyi sendiri di tengah serigala yang mengaum, angin demi angin biarlah aku menyesal di malam penuh sepi dengan kawan lentera, air demi air biarlah darah penyesalanku mengalir, mata demi mata biaralah aku mengingat kenangan lama bersama ibunda yang telah mengorbankan matanya tercengang ketika aku sakit di malam hari.

Ibunda, aku tahu ketika daku masih kecil dikau selalu menampak nafasku, masihkah aku bernapas ? Kau membawaku dengan penuh harapan namun aku membawamu dengan penuh kekecewaan, aku tak mahu menulis puisi penyesalan dengan lagu yang membawa tangisan, cukuplah ayat-ayat Tuhan yang mengingatkan akan ancaman kedurhakaan.

Ibunda, aku minta maaf kepada engkau, aku akan selalu menangis dikala aku mengingat diammu saat aku membentakmu, anak mu ini sedang meniti jalan, semoga Tuhan berikan anakmu ini jalan yang menuju Firdaus tempat kekal abadi.

Ibunda aku tak akan mempersembahkan nasyid kelalaian kepadamu namun aku akan mempersembahkan tempat terindah di surgaNya kepadamu, alQuran kuhafazkan maka mahkota bagimu, engkau ku doakan tinggi derajat di akhirat bagimu, aku beramal shalih  di situ pulak pahala bagimu.

Ibunda, kelak aku akan menjadi ayanda, akankah isteriku bernasib seperti engkau ? Maafkanlah aku ibunda

Anakmu yang durhaka di ujung malam di Bekas Kerjaan Tarumanegara.




Categories: ,

1 komentar:

  1. haaaa acengggg sedih banget. ya Allah astagfirullah ����������������

    BalasHapus