(Sumber gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguynMbShI9FiW4B40OBTirjxE25VKxFTApNwQuw1QW7-sEYGPagR0kFFg8T8dsVi4vc_2BzH54jhExi3jjfYEa3ZrGc4oIkUXC2nHhW5cmYc6p8iYviM1XEb08mJ9vAWpApOpoIKY73hY/s1600/IMG-20131103-00985+copy.jpg)
Bab IV. Adaptasi dan
Aklimatisasi
1). Satwaliar yang
ditangkap dari alam tentu memerlukan adapatasi dan aklimatisasi ketika sudah
sampai di penangkaran karena kondisi penangkaran berbeda dengan alam.
2). Adaptasi merupakan
penyesuaian satwaliar terhadap kondisi air, pakan, luas areal dan sebagainya
sedangkan aklimatisasi merupakan penyesuaian satwaliar terhadap kondisi iklim
dan cuaca. Adaptasi terdiri dari : 1). Adaptasi perilaku, 2). Adaptasi
fisiologis (ex : mimikri), 3). Adapatasi morfologis ( ex : perubahan ketajaman
paruh karena perbedaan pakan).
3). Penangkaran
diusahakan semirip mungkin dengan kondisi satwaliar.Semisal penangkaran pengwin
tentu butuh pengkondisian suhu yang mirip dengan kondisi Kutub Selatan atau penangkaran
bison tentu butuh pengkondisian pakan seperti di Amerika.
4). Ketika baru
ditangkarkan satwaliar mengalami stress karena tidak bisa bergerak bebas dan
masih mengandung sifat liar. Stress pada satwaliar juga disebabkan oleh
kencendrungan akan rindu pada tanah dilahirkan dan dibesarkan.
5). Stress pada satwa
liar bersifat bisa bersifat baik namun bisa juga bersifat buruk. Baik apabila
masih bisa ditolerir dan buruk apabila ternyata stress pada satwaliar
menyebabkan sakit atau bahkan kematian.
6). Stress pada satwa
liar disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : 1).
Genetik dan 2). Jenis satwaliar itu sendiri. Sementara itu factor eksternal
yaitu : 1). Kondisi lingkungan sekitar, 2). Organisasi social dan 3). Kepadatan
populasi. Faktor internal khususnya factor genetik akan terjadi apabila factor
eksternal mendukung terjadinya factor internal tadi seperti populasi yang
terlalu padat, persaingan mendapatkan pakan yang kuat atau adanya satwaliar
yang agresif. Namun factor internal tak akan terjadi apabila faktor eksternal
tidak mendukung terjadinya factor internal.
7). Ketika stress
dating pada satwaliar yangpertama dirangsang adalah kel. Hipotalamus yang akan
mengaktifkan hormone Adrenalin, Noradrenalin dan Kortisol. Stress pada
satwaliar berefek jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendek yaitu :
1). Glikogen berubah menjadi glukosa, 2). Tekanan darah tinggi, 3). Metabolisme
cepat dan 4). Mengaktivasi organ pencernaan. Sementara itu efek jangka panjang
yaitu : 1). Retensi ion H20 dan Na oleh ginjal, 2). Volume darah meningkat dan
3). Penekanan system kekebalan tubuh.
8). Dalam proses
penangkaran terkadang diperlukan animal euthanasia atau suntik mati. Suntik
mati berlaku bagi satwa yang : 1). Sudah tua, 2). Stress berkepanjangan, 3).
Agresif, 4). Menderita penyakit menular dan 5). Cacat permanen.
Bab V. Perkandangan,
Habitat Buatan dan Enrichment
1). Kandang dan habitat
buatan merupakan bentuk konservasi ek situ. Kandang merupakan tempat bagi satwa
untuk tumbuh dan berkembangbiak yang dibatasi oleh pagar dengan ukuran yang
relative tak terlalu besar, sedangkan habitat buatan merupakan tempat bagi
satwa untuk tumbuh dan berkembangbiak yang tidak dibatasi oleh pagar dengan ukuran yang
relative besar. Perbedaan utama antara kandang dan habitat buatan adalah
“batasnya”.
2). Kandang memiliki
macam berdasarkan : 1). Kelompok umur (ex : kandang anakan, remaja dan dewasa), 2). Model kandang (ex : Tertutup, semi terbuka dan terbuka), dan 3). Fungsinya
(ex : Kandang karantina, kandang penyapihan, kandang produksi, kandang indukan,
kandang perkawinan dan kandang soliter bagi satwa yang hidupnya soliter).
3). Dalam pembuatan
kandang memerlukan syarat, yaitu syarat umum dan khusus lokasi kandang. Syarat
umum terdiri dari : 1). Bioekologi satwa (ex : Perilaku satwa, Preferensi
satwa, dsb), 2). Aksesibilitas, 3). Sosial budaya (ex : Masyarakat menerima),
dan 4). Tujuan pemeliharaan. Sedangkan syarat khususnya yaitu : 1). Ketersediaan
sumber air untuk minum dan dekat dengan sumber pakan, 2). Minimal jaraknya 10 m
dari pemukiman, 3). Pengelolan limbah yang baik, 4).Mudah diakses oleh alat
transportasi dan 5). Tidak menganggu kesehatan lingkungan.
4). Ketika membuat
kandang perlu dikonstruksikan secara sederhana namun ideal, ventilasi cukup dan
arah kandang dari utara ke selatan supaya dapat
sinar mentari ketika terbit dan
terbenam. Apabila arah timur ke barat maka intensitas sinar mentari yang
didapat lebih kecil.
5). Bentuk kandang
tentu disesuaikan dengan : 1). Iklim, 2). Jenis satwa, 3). Tujuan penangkaran,
4). Umur satwa, 5). Skala penangkaran dan 6). Sistem penangkaran.
6). Tentu dalam
penangkaran satwaliar terkadang merasa bosan dan jenuh. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan “Enrichment”. Kegiatan Enrichment merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengizinkan satwaliar berperilaku alamiahnya sehingga diharapkan satwa
boleh sejahtera.Enrichment ini terdiri dari : 1). Enrichment structural yaitu
struktur kandang untuk kenyamanan satwa, kandang diberikan pohon articifical,
kolam, drum, dsb yang membuat satwa makin nyaman, 2). Enrichment objek yaitu
enrichment untuk mencegah satwa dari kebosanan seperti memberikan mainan,
selimut, dsb, 3). Enrichment social yaitu encrichment dengan mensosialisasikan
satwaliar dengan indvidu sejenisnya dan 4). Enrichment makanan dengan mengatur
pola makan satwa yang lebih membuat satwa nikmat.
Bab VI. Manajemen
Reproduksi Satwa
1). Reproduksi satwa
bertujuan untuk : 1). Melestarikan keturunan dari jenisnya, 2). Memperbanyak
jumlah individu dan 3). Indikator kesuksesan penangkaran satwaliar.
2). Dalam reproduksi
satwa tentu perlu strategi atau cara-cara untuk melakukan reproduksi. Strategi
bermacam-macam setiap satwa, ada yang kawin berkelompok, ada yang menunjukkan
teritorialitas seperti burung dan ada yang menunjukkan perubahan fisiologis
tertentu semisal kulit menjadi lebih gelap.
3). Selain strategi
terdapat juga tipe perkawinan. Ada perkawinan monogamy dan poligami. Perkawinan
monongami terjadi ketika sepasang jantan berkawin dengan sepasang betina.
Monogami dibagi menjadi dua yaitu : 1). Monongami permanen ( berpasangan
sehidup semati) dan 2). Monongami temporal ( apabila pasangan mati maka menari
pasangan lainnya). Sementara itu poligami terdiri dari dua yaitu : 1).
Poliandri ( 1 betina jantan banyak) dan 2). Poligini ( 1 jantan betina banyak).
3). Setelah itu
perkawinan pun ada yang bergantung musim dan juga ada yang sepanjang musim atau
tak dipengaruhi unsure-unsur yang dipengaruhi musim seperti cahaya, makanan,
suhu udara. Perkawinan musiman dibagi menjadi dua yaitu monoestrus atau satu
musim kawin satu kali kawin sedangkan poliestrus satu musim kawin berkali kali
kawin.
4). Satwa yang berkawin
tentu sudah memasuki masa puber dan melebihi minimum breeding age atau usia
minimum boleh kawin.
5). Ketika proses
reproduksi diproduksi juga hormone-hormon yang menyokokng terjadinya proses
reproduksi. Hormon yang diproduksi adalah : 1). Gonadotropin oleh Kel.
Hipotalamus , 2). Gonadotorpoin oleh kel. Hipofisa anteroin yang akan
memproduksi FSH ( stimulasi spermatogenesis dan pertumbuhan ovum), LH
(meluruhkan ovum) dan LTH ( stimulasi kel.mamae untuk produksi susu). Dan 3).
Gonad yang menghasilkan : 1). Estrogen untuk mengatur sifat sex pada betina,
2). Progesteron untuk memelihara kebuntingan dan 3). Testosteron untuk mengatur
sifat sex pada jantan.
0 komentar:
Posting Komentar