(Sumber gambar : http://gaby.fachrul.com/img/flowerwallpaper/flower-wallpapers/next-previous1920-x-1080-135-kb-jpeg-x.jpg)
“Ah” terucap dari
mulutku yang durhaka. Aku mencaci ibunda, aku membentaknya dan membuatnya
terdiam tanpa kata. Di akhir senja setelah maghrib tiba seolah hati terasa
marah kepada ibunda akan keinginan yang tak diizinkannya. Maghrib usai aku
berbalik ke rumah ibunda, aku bercakap pada ibunda, aku bercakap halus pada
awalnya namun akhirnya aku bercakap keras padanya. Aku bercakap seperti
mencelanya, aku mencacinya, aku gila masa itu, aku tak sedarkan diri sedang
bercakap apa .
Ibunda terus memasak
dengan diamnya daripada mulutnya, seolah ketika itu aku tak merasa sedang
berbuat durhaka, bentakan yang aku kira saran belaka mengusiknya, aku tak tahu
bagaimana perasaan hatinya.
Tak kuat menahan
tetesan air mata setelah sekian lama peristiwa itu berlaku, kini di malam hari
aku merasakan dinginya sepi, ibunda telah terlelap tidur dalam mimpinya, aku
mengenangkan dosa-dosaku kepadanya.
Ibunda yang selalu
terdiam ketika aku membentaknya, aku anak bodoh durhaka lagi durjana, entah
mengapa setiap dekat dengan engkau duhai ibunda rasa hati nak bentak dikau, apa
kau pernah bersalah kepadaku ataukah aku yang mengikuti jalan setan yang
membawa kepada kesengsaraan ? Ibunda maafkanlah anakmu yang durhaka, waktu demi
waktu biarlah air mataku berlaju, daun demi daun biarlah aku sunyi sendiri di
tengah serigala yang mengaum, angin demi angin biarlah aku menyesal di malam
penuh sepi dengan kawan lentera, air demi air biarlah darah penyesalanku
mengalir, mata demi mata biaralah aku mengingat kenangan lama bersama ibunda
yang telah mengorbankan matanya tercengang ketika aku sakit di malam hari.
Ibunda, aku tahu
ketika daku masih kecil dikau selalu menampak nafasku, masihkah aku bernapas ?
Kau membawaku dengan penuh harapan namun aku membawamu dengan penuh kekecewaan,
aku tak mahu menulis puisi penyesalan dengan lagu yang membawa tangisan,
cukuplah ayat-ayat Tuhan yang mengingatkan akan ancaman kedurhakaan.
Ibunda, aku minta
maaf kepada engkau, aku akan selalu menangis dikala aku mengingat diammu saat
aku membentakmu, anak mu ini sedang meniti jalan, semoga Tuhan berikan anakmu
ini jalan yang menuju Firdaus tempat kekal abadi.
Ibunda aku tak akan
mempersembahkan nasyid kelalaian kepadamu namun aku akan mempersembahkan tempat
terindah di surgaNya kepadamu, alQuran kuhafazkan maka mahkota bagimu, engkau
ku doakan tinggi derajat di akhirat bagimu, aku beramal shalih di situ pulak pahala bagimu.
Ibunda, kelak aku
akan menjadi ayanda, akankah isteriku bernasib seperti engkau ? Maafkanlah aku
ibunda
Anakmu yang durhaka
di ujung malam di Bekas Kerjaan Tarumanegara.
haaaa acengggg sedih banget. ya Allah astagfirullah ����������������
BalasHapus